Rabu, 23 November 2011

METODOLOGI TAFSIR AL-QUR’AN

a. Pengertian tafsir Tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan’ pemahaman, dan perincian. selain itu tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir sejajar dengan timbangan (wazan) kata taf’il,diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan)dan al-kasyf yang berarti membuka atau menyingkap, dan dapat pula diambil dari kata al-tafsarah, yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat mengetahui sesuatu. Dengan demikian,secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan model penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran Al-qur’an yang pernah dilakukan generasi terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang berbagai hal yang terkait dengannya. Objek penafsiran tafsir, yaitu Al-qur’an merupakan sumber ajaran islam. Kitab suci ini menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman,tetapi juga merupakan inspirator,pemandu gerakan-gerakan umat islam sepanjang 15 abad sejarah pergerakan umat ini berdasarkan kedudukan dan peran Al-Qur’an tersebut, Quraish Shihab mengatakan jika demikian halnya, pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, melalui penafsiran-penafsirannya, mempunyai peranan sangat besar bagi maju mundurnya umatsekaligus dapat mencerminkan perkembangan sekaligus dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka. A. POSISI AL-QUR’AN DALAM KAJIAN ISLAM Umat Islam yakni kaum muslim, apapun jenis aliran yang mereka anut dan dimana pun mereka hidup, tentu menjadikan Al-Qur-an sebagai pedoman kehidupan religiusnya. Konsekuensinya, Al-Qur’an pasti menempati posisi paling sentral dalam kegiatan apapun yang terkait aspek religius setiap muslim, tinggal tergantung pada pemahaman dan pengamalan masing-masing individu muslim tersebut. Namun permasalahannya, sudahkah Al-Qur’an dijadikan dasar dan “penerang” dalam memandang, menyikapi, dan menjalankan peran kita, bukan semata untuk kepentingan apa yang kita istilahkan dengan ibadah yang religius, melainkan untuk apa yang kita istilahkan dengan ibadah yang religious, melainkan untuk apa yang kita istilahkan dengan hidup yang realistis ? Secara logika saja, karena Al-Qur’an adalah pedoman hidup kaum muslim, tentu saja ia akan memuat aturan-aturan tentang cara menjalankan kehidupan sebagai muslim. Dengan demikian tentu saja Al-Qur’an melengkapi diri dengan tata cara yang harus dipedomani dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya tentang beribadah, berkeluarga, bermasyarakat, berusaha/mencari nafkah, dan lain-lain. Al-Qur’an adalah merupakan sumber ajaran Islam karena Al-Qur’an langsung diturunkun oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia baik yang beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam. Karena Al-Qur’an merupakan pokok ajaran Islam, maka segala studi mengenai keislaman tidak boleh bertentangan dengan sumber pokok ini. Apabila kita perhatikan, maka susunan Al-Qur’an adalah merupakan suatu susunan yang tidak tertandingi, sehingga dari segi ini dapat dipahami berbagai kemungkinan penger¬tian, karena kalimat-kalimatnya simpel dan isinya padat. Ber¬dasarkan janji Allah SWT., bahwa kalimat-kalimat Al-Qur’an yang terlihat sederhana bila direnungkan berulang-ulang dan secara mendalam, baik dari segi bahasanya maupun dari segi kandungamya merupakan suatu sumber pengetahuan yang tidak akan selesai-selesainya untuk dibahas. Al-Qur’an mengandung pengertian yang lengkap mengenai segala aspek kehidupan manusia, alam semesta dan metafisika, masa lampau, masa kini dan masa depan, individu, masyarakat, sosial politik, dan sebagainya. Dilihat dari abad ke abad, umat Islam tidak pernah berhenti mengembangkan ilmu pengetahuan di mana saja mereka berada. Pada negeri-negeri yang diilhami oleh umat Islam selalu terdapat lembaga tempat perkembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu bersumber dari al-Qur’an. Dalam lembaga-lembaga ini diajarkan tentang Al-Qur’an dan tafsirnya, hadits, ilmu fikih, teologi Islam, mantiq, astronomi, sejarah dan lain-lain. B. METODE PENAFSIRAN Metode yang berkembang dalam penafsiran Al-Qur’an terdapat empat macam yaitu: tahlili, ijmali, muqarin dan metode maudhu’i. Masing-masing metode tersebut mempunyai criteria sendiri. Pertama, metode tahlili yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat Al-Qur’an dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung didalamnya sehingga kegiatan mufassir hanya menjelaskan per ayat,surat per surat, makna lafal tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan. Metode tahlili disebut juga metode tajzi’i (parsial) yang banyak dilakukan oleh para mufasir salaf dan metode ini oleh sebagian pengamat dinyatatakan sebagai metode yang gagal mengingat cara penafsirannya yang parsial juga tidak dapat menemukan subtansi Al-Qur’an secara integral dan ada kecenderungan masuknya pendapat mufasir sendiri mengingatkan pemaknaan ayat tidak dikaitkan dengan ayat lain yang membahas topik yang sama. Kedua, metode tafsir ijmali yaitu metode penafsiran AL-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud Al-Qur’an secara global. Tidak terperinci seperti tafsir tahlili hanya saja penjelasannya disebutkan secara global (ijmal). Ketiga, metode muqarrin yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara perbandingan (komparatif), dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang di perbandingkan baik dengan menemukan unsure yang benar diantara yang kurang benar atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan (Sintesis), unsur- unsur yang berbeda itu. Keempat, metode maudhu’i yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara memilih topic tertentu yang hendak dicarikan penjelasannya dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan topic ini, lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang terkait itu. C. TAFSIR DI MASA MODERN Sejak kemunculannya yang pertama, tafsir Al-Qur’an telah diwarnai oleh berbagai pengaruh, dan ketika itu kaum muslim mengemukakan banyak pandangan mereka mengenai kitabullah dan mengungkapkan makna-maknanya, sehingga muncul berbagai macam bentuk penafsiran yang identik dengan semangat intelektual pada saat munculnya tafsir itu. Pada gilirannya, tafsir memiliki bentuk-bentuk yang permanendari segi bahasa, balaghah, nahwu, fiqih dan kemazhaban, filsafat dan lain sebagainya. Generasi pertama ahli tafsir telah mencurahkan kemampuan mereka untuk suatu pengkajian dan penelitian mengenai hal-hal itu. Namun, setelah itu, tafsir sebagaimana ilmu-ilmu yang lain mengalami stagnasi. Para pengkaji hanya mengulang atau mengumpulkan apa yang telah diolah oleh para pendahulunya, atau menjelaskan dan memberi syarat atas hal-hal yang dirasakan rumit atau mengkritik kelemahan mereka,atau membenarkan pendapat orang yang terdahulu dengan pendapat mereka sendiri. Kondisi semacam ini membuat tafsir tidak mengalami pembaharuan dan penemuan baru. Angin baru pemikiran islam modern telah membawa orang-orang bergerak melengkapi karya-karya islam yang praktis disegala bidang atas kekurangan-kekurangan yang terjadi pada masa kemunduran yang lalu. Disamping itu, juga menggerakkan mereka untuk menghadapi orang-orang asing yang telah masuk ke jantung masyarakat islam. Oleh karena itu, muncul bentuk kemasyarakatan didalam gerakan penafsiran pada zaman modern untuk menanggulangi persoalan-persoalan praktis yang tidak dapat diselesaikan secara akademis. Dalam suasana semacam itu, tafsir juga banyak diwarnai dengan arah politik yang berlaku pada masanya dan tuntutan-tuntutan perkembangan budaya. Diantara persoalan-persoalan besar yang lain yang cukup merepotkan para ahli tafsir ialah penataan hukum, apalagi setelah dunia islam dicemari olehberbagai ideology asing yang mengganggu pikiran. Pada akhirnya muncul kepada kita pengkaji-pengkaji muslim yang handal dan memiliki perhatian yang tinggi terhadap persoalan tatanan hukum yang bersumber dari Al-Qur’anul Karim dan ketika reformasi social mencapai puncaknya, para ahli tafsir modern disibukkan oleh berbagai persoalan yang menyita waktu cukup panjang. Mereka mempunyai maksud untuk memahami realitas nas-nas Al-Qur.an yang berkaitan dengan persoalan–persoalan tersebut. Persoalan ekonomi juga tidak dapat diabaikanbegitu saja. Gerakan tafsir juga ikut andil membenahi masalah ekonomi setelah penjajahan barat pada dunia timur, yang membawa teknologi dan kekayaan ekonomi mereka. Gerakan tafsir ini juga memberikan perhatian yang besar kepada segi moralitas dan peningkatan standar akhlak. Kemudian gerakan ini juga memberikan penjelasan rohani kepada individu atau masyarakat diantara fenomena kebangkitan modernitas didalam dunia tafsir adalah adanya upaya-upaya yang dikerahkan untuk menggabungkan antara Al-Qur’an al-karim dan teori-teori ilmiah yang benar. Era modern ini juga mencatat adanya penafsiran kesusastraan di dalam menafsirkan Al-qur’an dalam kedudukannya sebagai suatu teks suci yang berbahasa arab. Pada zaman modern ini, jumlah tafsir tematik(tafsir maudhu’iy) semakin banyak,dan upaya-upaya kearah itu juga beragam,tanpa mengabaikan kesusastraan yang terkandung di dalam Al-qur’an maupun didalam penafsirannya,karena dibantu oleh al-mu’jam Al-qur’ani yang memuat kosa kata Al-qur’an. Ketika dunia rasionalitas menjangkiti dunia intelektual yang tentu saja sudah jauh dari zaman al-zamakshari dan al-razi,sekitar penghujung abad Sembilan belas sampai abad dua puluh disini bertujuan menunjukkan adanya diskontinuum itu sendiri antara masa pasca pencerahan dan era klasik,yang tentu saja jurang pemisahnya sangat dalam semangat pencerahan juga berpengaruh pada dunia intelektual islam, tak pelak tafsir Al-quran juga termasuk didalamnya. Semangat rasionalisme dan modernisme tidak hanya di eropa,Australia, dan Amerika,tetapi di Negara-negara timur tengah dan muslim lainnya. D. KEISTIMEWAAN TAFSIR MAUDHU’I Metode tafsir maudhu’i mempunyai dua keistimewaan. 1. Dapat memperoleh pemahaman al-qur’an lebih utuh dan autentik mengenai suatu topic tertentu, sehingga sulit memasukkan ide mufasir. 2. Relevan dengan kebutuhan orang muslim yang perlu penyelesaian kasus berdasarknyelesaan pendekatan tematik ayat al-qur’an. Contoh metode maudhu’i (tematik) adalah seperti penyelesaian kasus riba yang dilakukan oleh Ali Al-Shabuni dalam tafsir ayat ahkam yang secara hierarki menentukan urutan ayat. Pertama, Qur’an Surat Ar-Rum Ayat 39        ••                 Artinya: dan suatu riba atau tambahan yang kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya) Ayat ini menjelaskan kebencian Allah kepada riba walaupun belum diharamkan. Kedua Qur’an Surat An-Nisa ayat 130           •   Artinya : jika keduanya bercerai maka Allah akan member kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karuniaNya. Dan adalah Allah maha luas karunianya dan maha bijaksana. Ayat ini menjelaskan keharaman riba secara tersirat (takwil) belum tersurat (tashrih). Tafsir maudhu’i mendapatkan tempat tersendiri dari metode penafsiran yang ada. Mahmud Syaltut menganggap bahwa metode maudhu’i merupakan metode yang relevan untuk digunakan pada masa kini karena dapat memberikan keterangan pada umat manusia dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an sesuai dengan kasus yang terjadi lagi pula topic dalam Al-Qur’an belum tersistematisasi sehingga satu topic dibahas dalam berbagai ayat yang berbeda-beda tempatnya. Pendapat diatas dapat dibenarkan mengingat metode maudhu’I dapat menuntaskan satu topic dengan pendekatan Qur’ani yang lebih integral dan komprehensif, dan merupakan kajian akhir ma’tsur yang lebih mendekatkan pada kebenaran objektif, karena bahasabya mencakup ayat atau surat per surat dalam satu topic, sehingga masalah yang dihadapi umat cepat terselesaikan. E. PENELITIAN DALAM TAFSIR AL-QUR’AN "Tak ada benturan dan pertentangan antara Islam dengan sains," cetus Ketua Persatuan Ulama Umat Islam Dunia, Dr Yusuf Al-Qaradhawi, dalam sebuah kesempatan. Alih-alih bertentangan, para saintis modern Barat telah membuktikan bahwa ajaran Islam sangat sejalan dengan ilmu pengetahuan modern. Alquran sebagai kitab suci dan petunjuk hidup umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada 14 abad silam, secara mengagumkan, mengungkapkan sederet fenomena ilmu pengetahuan yang telah terbukti akurasi dan kebenarannya. Hal itu berbeda dengan Bible--ajaran Kristen yang justru memiliki banyak perbedaan pandangan dengan ilmu pengetahuan. Munculnya perbedaan pandangan antara Bible dengan sains memang telah mengundang perdebatan di kalangan penganut Kristen. Banyaknya ketidaksesuaian antara Bible dengan sains diungkapkan Robert C Newman dalam sebuah tulisannya bertajuk Conflict between Christianity and Science. Hal itu kerap mengundang keraguan di kalangan Nasrani tentang kebenaran Bible sebagai firman Tuhan. Setelah melakukan berbagai penelitian ilmiah, para saintis Barat telah membuktikan kebenaran janji Allah SWT tentang isi Alquran. Dalam surah Albaqarah ayat 2, Allah SWT berfirman, "Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa." Prof Keith L Moore, guru besar Departemen Anatomi dan Biologi Sel Universitas Toronto, telah membuktikan kebenaran firman Allah SWT itu. "Saya tak tahu apa-apa tentang agama, namun saya meyakini kebenaran fakta yang terkandung dalam Alquran dan sunah," papar Moore yang terkagum-kagum dengan kandungan Alquran yang secara akurat menjelaskan perkembangan embrio manusia. Berikut ini sebagian kecil fakta penting tentang kandungan Alquran yang sejalan dengan temuan dunia sains modern. Pembentukan awan Para saintis telah mempelajari beragam jenis awan. Selain itu, kalangan ilmuwan juga meneliti proses terbentuknya awan dan bagaimana hujan terjadi. Secara ilmiah, saintis memaparkan proses terjadinya hujan dimulai dari awan yang didorong angin. Awan Cumulonimbus terbentuk ketika angin mendorong sejumlah awan kecil ke wilayah awan itu bergabung hingga kemudian terjadi hujan. Tentang fenomena pembentukan awan dan hujan itu, Alquran pun menjelaskannya secara akurat. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran- butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran- butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS Annur: ayat 43). F. MODEL-MODEL PENELITIAN TAFSIR Masing-masing peneliti telah mengembangkan model-model penelitian tafsir tersebut lengkap dengan hasil-hasilnya. Berikut ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai berikut: 1. Model Quraish Shihab Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M.Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis,dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dillakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir baik yang bersifat primer yakni ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan,maupun ulama lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literature tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan katagorisasi dan perbandingan Selanjutnya, dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, quraish shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan berkenaan dengan tafsir. Antara lain: (1). Periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir, (2). Corak-corak penafsiran, (3). Macam-macam meetode penafsiran Al-qur’an, (4). Carat-carat dalam penafsiran Al-qur’an,dan (5). Hubungan tafsir modernisasi. 2. Model Ahmad Al-Syarbasbi Ahmad Al-syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana halnya yang dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir Al-Thabari, Al-zamakhsyari, Jalaluddin Al-Suyuti,Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-syatibi, Haji Khalifah. Hasil penelitiannya mencakup tiga sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah,tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaruan dibidang tafsir. Mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir,Ahmad Al-Syarbashi mendasarkan pada beberapa karya ulama yang muncul pada awal abad ke-20. Ia menyebutkan Sayyid Rasyid Ridha murid Syeikh Muhammad abduh yang mencatat dan menuangkan kuliah-kuliah gurunya kedalam majalah “Al-manar”.itu merupakaan langkah pertama.langkah selanjutnya, Ia menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir yang diberi nama Tafsir Al-Manar, yaitu kittab tafsir yang mengandung pembaharuan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut Al-Syarbashi,Muhammad Abduh telah berusaha menghubungkan ajaran-ajaran Al-qur’an dengan kehidupan masyarakat disamping membuktikan bahwa islam adalah agama yang memiliki sifat universal,umum,abadi,dan cocok bagi segala keadaan, waktu dan tempat. 3. Model Syeikh Muhammad Al-Ghazali Syeikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tookoh pemikir islam abad modern yang produktif. Banyyak hasil penelitian yang ia lakukan, termasuk dalam bidang tafsir Al-quran. Sebagai mana para peneliti tafsir lainnya, Muhammad Al-Ghazali menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, dan analitis dengan berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu. Tentang macam-macam metode memahami Al-quran, Al-Ghazali membaginya kedalam metode klasik dan metode modern dalam memahami Al-quran. Menurutnyya dalam berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Al-quran yang berawal dari ulama generasi terdahulu. Mereka telah berusaha memahami kandungan Al-quran, sehingga lahirlah apa yang kita kenal dengan metode memahami Al-quran. Kajian-kajian ini berkisar pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra, fiqih,kalam, asfek sufistik filosofisnya, pendidikan, dan sebagainya. Dengan menggunakan metode yang telah ada, dapatkah kita menggunakannya pada zaman sekarang? Demikian pertanyaan yang dianjurkan Al-Ghazali setelah ia menemukan berbagai metode yyang digunakan para ulama terdahulu dalam memahami Al-quran. Muhammad Al-Ghazali, misalnya menyebutkan metode kajian teologis,sufistik,dan filosofis yang dianggap cukup radikal dan menyentuh masalah-masalah hukum. Dari adanya berbagai kelemahan yang terkandung dalam metode penafsiran masa lalu, terutama jika dikkaitkan dengan keharusan memberikan jawaban terhadap berbagai masalah kontemporer dan modern, Muhammad Al-Ghazali sampai pada suatu saran antara lain:”kita inginkan saat ini adalah karya-karya keislaman yang menambah tajamnya pandangan islam dan bertolak dari pandangan islam yang benar yang berdiri diatas aargumen yang memiliki hubngan dengan Al-quran. Kita hendaknya berpandangan bahwa hasil pikiran manusia adalah relative dan spekulatif,bisa benar bisa juga salah. Keduanya memiliki bobot yang sama dalam sebuah kegiatan pemikiran. Disisi lain, kita juga tidak menutup mata terhadap adanya mamfaat atau fungsi serta sumbangan pemikiran keagamaan lainnya, bila itu semua mennggunakan metode yang tepat” itulah sebagian kesimpulan dan saran yang diajukan Muhammad Al-Ghazali dari hasil penelitiannya. 4. Model Penelitian lainnya Selanjutnya, dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama terhadap asfek-asfek tertentu dari Al-quran. Diantaranya ada yang memfokuskan penelitiannya terhadap kemukjizatan Al-quran, metode-metode, kaidah-kaidah dalam meenafsirkaan Al-quran,kunci-kunci untuk memahami Al-quran, serta adapula yang khusus meneliti mengenai corak dan arah penafsiran Al-quran yang khusus terjadi pada abad ke empat. Tanpa haru mengecilkan jasa besar tafsir yang bercorak leksikografis, corak penafsiran seperti itu dapat membawa kita kepada pemahaman Al-qur’an yang kurang utuh karena belum mencerminkan suatu kesatuan pemahaman yang utuh dan terpadu dari ajaran Al-qur’an yang fundamental. Karya tafsir yang menonjolkan I’jas umpamanya, akan membuat kita terpesona akan keindahan bahasa Al-qur’an, tetapi belum dapat menguak nilai-nilai spiritual dan sosiomoral Al-qur’an untuk kehidupaan sehari-hari manusia. KESIMPULAN .a. Pengertian tafsir Tafsir berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan’ pemahaman, dan perincian. Selain itu tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir sejajar dengan timbangan (wazan) kata taf’il,diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan)dan al-kasyf yang berarti membuka atau menyingkap, dan dapat pula diambil dari kata al-tafsarah, yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat mengetahui sesuatu. • METODE PENAFSIRAN -Metode tahlili. -Metode tafsir ijmali. -Metode muqarrin. -Metode maudhu’i • KEISTIMEWAAN TAFSIR MAUDHU’I Metode tafsir maudhu’i mempunyai dua keistimewaan. 1. Dapat memperoleh pemahaman al-qur’an lebih utuh dan autentik mengenai suatu topic tertentu, sehingga sulit memasukkan ide mufasir. 2. Relevan dengan kebutuhan orang muslim yang perlu penyelesaian kasus berdasarknyelesaan pendekatan tematik ayat al-qur’an. Contoh metode maudhu’i (tematik) adalah seperti penyelesaian kasus riba yang dilakukan oleh Ali Al-Shabuni dalam tafsir ayat ahkam yang secara hierarki menentukan urutan ayat. • MODEL-MODEL PENELITIAN TAFSIR -Model Quraish Shihab -Model Ahmad Al-Syarbasbi
-Model Syeikh Muhammad Al-Ghazali
-Model Penelitian lainnya DAFTAR PUSTAKA Nata Abuddin M.A “ Metodologi Studi Islam ” PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2011. Mustaqim Abdul, Syamsudin Sahiron “ Studi Alquran Kontemporer ” PT Tiara Wacana, Yogya: 2002. Sukardi K.D. “ Studi Khazanah Ilmu Alquran “ Lentera, Jakarta: 2002 Marno “Kawasan dan Wawasan Studi Islam” Prenada Media, Jakarta: Kencana, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar