Minggu, 23 Oktober 2011

Makalah Ilmu Kalam(Aliran Mu'tazlah)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aliran ini terbentuk disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun sejarah terbentuknya aliran Mu’tazilah dilatar belakangi karena permasalahan antara golongan khawarij dan murji’ah yang disebabkan oleh politik.
Murji’ah berasums bahwa pelaku dosa besar bukanlah kafir, melainkan mereka disebut dengan sirik. Dan Wasil bin Ata mengatakan bahwa,” saya berpendapat bahwa oran yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak juga kafir”.
B. Masalah Bahasan
Adapun makalah ini berupaya membahas beberapa pokok bahasan, yaitu;
1. Kapankah Mu’tazilah terbentuk?
2. Apa saja doktrin-dotrin aliran Mu’tazilah?
3. Apa sajakah faktor terbentuknya aliran Mu;tazilah?
C.Tujuan Bahasan
Adapun tujuan penulis dalam menuliskan makalah ini yaitu:
1. Agar para pembaca mengetahui sejarah terbentuknya aliran Mu’tazilah.
2. Agar pembaca mengetahui doktrin-doktrin Mu’tazilah.
3. Agar pembaca mengerti apa saja factor terbentuknya Mu’tazilah.

BAB II
ALIRAN MU’TAZILAH

A. Asal-Usul kemunculan Mu’tazilah
Secara harfiah, kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan.
Golongan pertama (selanjutnya disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik. Khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangn antara Ali bin Thalib dan lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair .
Golongan kedua (selanjutnya disebut Mu’azilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang dikalangan khawarij dan Murjiah akibat adanya peristiwa Tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar. Beberapa versi tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada kedua golongan ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil bin Ata serta temannya, Amr bin Ubaid, dan Hasan Al-Basri di Bashrah. Ketika Wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al-basri dimasjid Bashrah, datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al Basri tentang orang yang berdosaa besar. ketika Hasan Al Basri sedang berfikir, Wasil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan,” saya berpendapat bahwa oran yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak juga kafir”. Kemudian Wasil pergi menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan prig ketempat lain dilingkungan mesjid. Disana Wasil mengulangi lagi pendapatnya dihadapan para pengikutnya.Dengan adanya peristiwa ini, Hasan Al-Basri mengatakan: Wasil menjauhkan diri dari kita(I’tazala anna). Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri pada peristiwa inilah yang disebut kaum Mu’tazilah.
Teori baru yang juga diungkapkan oleh Ahmad Amin, menerangkan bahwa nama Mu’tazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dan Hasan Al-Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi. Nama Mu’tazilah diberikan kepada golongan orang yang tidak mau berinvestasi dalam pertikaian politik yang terjadi pada zaman Utsman binAffan dan Ali bin Abi Thalib. Satu golongan mengikuti pertikaian itu, dan satu golongan lagi menjauhkan diri ke Kharbita (I’tazalat ila Kharbita). Oleh karena itu, dalam surat yang dikiriminya kepada Ali bin Abi Thalib, Qais menamakan golongan yang memisahkan diri dengan Mu’tazilin, sedang Abu Al-Fida menamainya dengan Mu’tazilah.
Dengan demikian, kata I’tazala dan Mu’tazilah telah dipakai kira-kira seratus tahun sebelum peristiwa Wasil dengan Hasan Al-Basri, yang mengandung arti golongan yang tidak mau ikut campur dalam pertikaian politik yang terjadi pada zamannya.
Golongan Mu’tazilah juga dikenal dengan nama-nama lain seperti ahl al-adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tauhid wa al-adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan Tuhan. Lawan Mu’tazilah memberi nama golongan ini dengan Al-Qadariyah karena mereka menganut paham free will and free act, yakni bahwa manusia itu bebas berkehendak dan bebas berbuat. Selain itu, mereka menamainya juga Al-Mu’attilah. Karena golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat mempunyai wujud diluar zat Tuhan. Mereka menamainya juga dengan Wa’diyah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak ta’at pada hukum-hukum Tuhan.

Para Imam-imam Mu’tazilah
Adapun para khalifah islam yang sekurang-kurangnya menganut paham Mu’tazilah disekitar abad ke II dan ke III H di Bashrah dan di Baghdad adalah :
1. Yazid bin Walid, khalifah bani Umayyah (berkuasa pada tahun 125-126 H).
2. Ma’mun bin Harun ar Rasyid, khalifah bani Abbas ( berkuasa pada tahun 198-218 H).
3. Al Mu’tashim bin Harun ar Rasyid (berkuasa dari tahun 218-227 H).
4. Al Watshiq bin al Mu’tashim (berkuasa dari tahun 227 -232 H).
Kaum Mu’tazilah dikenal suka berdebat, terutama dihadapan umum. Karena mereka sangat yakin pada kekuatan aqal mereka. Hampir 200 tahun umat islam digoncangkan oleh perdebatan-perdebatan oleh kaum Mu’tazilah. Hal-hal yang menonjol pada mereka untuk diperdebatkan adalah:
1. Sifat-sifat Tuhan, ada atau tidak.
2. Buruk dan baik siapa yang menetapkan, akal atau syara’.
3. Pembuat dosa besar kekal dalam neraka atau tidak.
4. Quran itu makhluk atu tidak.
5. Perbuatan manusia dijadikan manusia atau Tuhan.
6. Allah bisa dilihat atau tidak di akhirat.
7. Surga dan neraka kekal atau tidak.
8. Tuhan itu wajib membuat yang baik dan yang lebih baik.
9. Mi’raj dengan tubuh atau tidak, dan lain-lain.

Aliran-Aliran dalam kaum Mu’tazilah
Kaum Mu’tazilah terpecah dalam banyak aliran, karena setiap mereka mempergunakan akal masing-masing. Sedangkan akal mereka itu tidak sama, akibat pendidikan mereka yang berlainan dan akibat zaman dan tempat mereka yang berbeda. Di antara aliran-aliran yang terbesar dari kaum Mu’tazilah adalah :
1. Aliran Washiliyah, yaitu aliran Washil bin ‘Atha.
2. Aliran Huzailiyah, yaitu aliran Huzzel al’ Allaf.
3. Aliran Nazamiyah, yaitu aliran Sayyar bin Nazham.
4. Aliran Haithiyah, yaitu aliran Ahmad bin Haith.
5. Aliran Basyariyah, yaitu aliran Basyar bin Mu’atmar.
6. Aliran Mizdariyah, yaitu aliran Abu Musa al Mizdar.
7. Aliran Tsamariyah, yaitu aliran Thamamah bin ar-rasy.
8. Aliran Hisyamiyah, yaitu aliran Hisyam bin Umar al fathi
9. Aliran Jahizhiyah, yaitu aliran Utsman al Jahizh.
10. Aliran Khayathiyah, yaitu aliran Abu Hasan Al-Khayath.
11. Aliran Jubaiyah, yaitu aliran Abu Ali al Jubai.
12. Aliran Ma’mariyah, yaitu aliran Ma’mar bin Ubeid as Salami.

I’itiqad kaum Mu’tazilah yang bertentangan dengan kaum Ahlussunnah wal jama’ah.
1. Buruk dan baik ditentukan oleh Akal.
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa buruk dan baik ditentukan oleh akal, mana yang baik menurut akal, maka baiklah dia, begitu juga dengan hal yang buruk.Sedangkan menuru kaum ahlusunnah, yang menentukan baik dan uruk itu adalah Tuhan dan Rasulnya, ataupun al Quran dan as Sunnah. Bagi ahlus sunnah akal dipakai untuk meneliti segala sesuatu atau sebagai pelaksana, bukan menentukan hukum sesuatu. Karena akal itu sendiri tidak tetap.
2. Tuhan (Allah) tidak mempunyai sifat.
Kaum Mu’tazilah mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat. Yang ada pada Allah hanyalah Zat. Dasar paham ini ialah Tauhid. Karena jika Allah mempunyai sifat, berarti bukan tauhid. tetapi meliputi Zat dan Sifat. Sedangkan menurut kaum ahlussunah, Allah mempunyai banyak sifat. Ada sifat yang wajib pada Tuhan, ada juga yang tidak wajib ada pada Tuhan.
3. Al Quran sebagai Makhluk.
Kaum Mu’tazilah pada awal abad ke II dan ke III H telah mengoncangkan umat islam dengan keterangannya yang mengatakan bahwa alQuran itu makhluk, bukan sifat Allah yang Qadim. Sedangkan menurut kaum ahlussunnah, bahwa alQuran itu adalah Kalam. Kalam tuhan Allah yang Qadim itu diperdengarkan kepada malaikat Jibril lalu dijadikan bersuara dan berhuruf. Kemudian Malaikat Jibril membawa kepada Rasulullah sebagai wahyu.
4. Pelaku dosa besar.
Menurut kaum Mu’tazilah yang ber imam kepada Hasan Bashri, bahwa orang mu’min yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dengan perbuatannya. Ia tetap mu’min, tetapi mu’min yang durhaka. Lalu menurut Imam Mu’tazilah Wasil bin Atha, orang mu’min yang melakukan dosa besar dan mati atas dosanya, maka tidak pula mu’min dan tidak pula kafir, tetapi diantara keduanya (Manzilah bainal Manzilatain). Sedangkan menurut kaum ahlus sunnah, tempat di akhirah hanya du, Surga dan Neraka. Orang-orang yang mengerjakan dosa tidak kekal dalam neraka, tetpi akan keluar suatu waktu sesudah menjalani hukuman.
5. Tuhan tidak dapat dilihat.
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat dilihat walaupun didalam Syurga. Karena hal ini akan menimbulkan tempat seolah-olah Tuhan dapat dilihat didalam syurga atau dimanapun ia dapat dilihat. Bahkan Imam Mu’tazilah Zamakhsyari mengatakan Kafir bagi yang mengatakan bahwa Tuhan bisa dilihat walaupun di Syurga. Sedangkan menurut kaum ahlussunnah, Tuhan akan dilihat oleh penduduk Syurga, oleh hamba-hambanya yang Shaleh yang banyak mengenal Tuhan ketika hidup didunia.
B. Lima Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah
Lima ajaran dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah Tauhid (pengesaan Tuhan), al-adl (keadilan Tuhan), al-waad wa al-wa’id (janji dan ancaman Tuhan), al-manzila bain al-manzilatain (posisi diantara dua posisi), dan al-amr bi al-ma’ruf wa an nahi wa al-munkar (menyeru kapada kebaikan dan mencegah kemunkaran).
1. At-Tauhid
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama bagi ajaran Mu’tazilah. Bagi aliran Mu’tazilah, Tauhid memiliki arti yang spesifik. Menurut mereka, Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, unik dan tak ada stupun yang menyamai-Nya.karenanya hanyala Dialah ang qadim.
Untuk memurnikan keesaan Tuhan (tanzih), Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran penggambaran fisik Tuhan (antromorfisme tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuahn itu Esa, tak ada satupun yang menyerupai-Nya. Dia maha melihat, mendengar, kuasa, mengetahui dan sebagainya. Namun, mendengar, melihat, kuasa, mengetahui dan sebagainya itu bukan sifat melainkan dzat-Nya. Menurut mereka sifat adalah sesuatu yang melekat.
Apa yang disebut sebagai sifat menurut Mu’tazilah adalah dzat Tuhan itu sendiri. Abu Al-Hudzail berkata: “Tuhan mengetahui dengan ilmu dan ilmu itu adalah Tuhan sendiri. Tuhan berkuasa dengan kekuasaan dan kekuasaan itu adalah Tuhan sendiri”. Jadi, pengetahuan dan kekuasaan Tuhan adalah Tuhan sendiri, yaitu dzat dan esensi Tuhan, bukan sifat yang menempel pada dzat-Nya. Doktrin Mu’tazilah yang lain menjelaskan bahwatidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan. Tuhan adalah immateri. Oleh karena itu, karena itu tidak layak baginya segala atribut materi. Lebih tegasnya Mu’tazilah menolak faham antromorfisme.
Penolakan terhadap faham antromorfisme bukan semata-mata atas pertimbangan akal’ melainkan melainkan memilii rujukan yang sangat kuat dalam Al-Quran. Terdapat dalam surat As-syura; 9:


Artinya: “Tak ada satupun yang menyamai-Nya.”
Untuk menegaskan penilaiannya terhadap aliran atromorfisme, Mu’tazilah memberi takwil terhadap ayat-ayat yang secara lahir menggambarkan kejisiman Tuhan. Mereka memalingkan arti kata-kata teersebut kepada arti yang lain sehingga hilanglah kejisiman Tuhan. Pemindahan arti ini tidak dilakukan secara semena-mena, tetapi merujuk pada konteks kebahasaan yang lazim digunakan dalam bahasa Arab. Contoh ayat yang ditakwilkan artinya yaitu, kata-kata tangan dalam surat Shad; 75, diartikan kekuasaan dan pada konteks lain tangan dapat diartikan nikmat, pada surat Al-Maidah; 64.
2. Al-Adl
Ajaran dasar Mu’tazilah kedua yaitu al-Adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil merupakan penunjukan sifat yang paling gamblanguntuk menunjukkan kesempurnaan. Karena Tuhan maha sempurna, maka sudah pasti Tuhan adil. Ajaran ini bertujuan ingi menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia, karena alam semesta ini diciptakan semata-mata untuk kepentingan manusia.
Ajaran tentang hal ini berkaitan erat dengan beberapa hal, antara lain sebagai berikut;
a. Perbuatan manusia
Manusia menurut Mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung atau tidak langsung. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang buruk. Tuhan erlepas diri dari perbuatan yang buruk. Konsep ini konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia diakhirat adalah balasan dari perbuatannya didunia.
b. Bebuat baik dan buruk
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk bebuat baik bagi manusia, bahkan yang terbaik. Tuhan tidak mungkin jahat dan aniaya karena akan menimbulan kesan bahwa Tuhan pejahat dan penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi Tuhan. Menurut an-Nazzam,salah satu tokoh Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat berbuat jahat. Konsep ini berkaitan dengan kebijaksanaan, kemurahan sdan kepengasiahn Tuhan, yaitu sifat-sifat yang layak baginya.
c. Mengutus Rasul
Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan karena alasan-alasan berikut ini:
- Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud, kecuali dengan mengutus Rasul.
- Al-Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk memberikan belas kasih kepada manusia (Q.S. As-Syura; 29), dengan cara mengutus Rasul.
- Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Agar jalan tersebut berhasil, maka jalannya dengan cara mengutus rasul.
3. Al-Wa’ad wa A-l-Wa’id
Ajaran ketiga sanga erat hubungannya dengan ajaran yang kedua. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janji-Nya, yaitu memberi pahala surga yang berbuat baik (al-muthi) dan mengancam dengan siksa neraka bagi orang yang durhaka (al-ashi). Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan pada orang yang bertobat nasuha pastina benar.
4. Al-Manzila bain Al-Manzilatain
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab Mu’tazilah. Ajaran ini terkenal dengan orang beriman atau mukmin yang melakukan dosa besar. Menurut pendapat Wasil bin Ata (pendiri mazhab Mu’tazilah), orang beriman atau mukmin yang melakukan dosa besar, berada diantara dua posisi. Pokok ajaran ini adalah, mukmin yang melakukan dosa besar dan belum bertobat bukan lagi muknmin atau kafir, melainkan fasik.
Menurut pandangan Mu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan mukmin secara mutlak. Karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepadda Tuhan, tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah kepatuhan melainkan kedurhakaan. Pelakunya tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, rasul-Nya dan mengerjakan pekerjaan yang baik.
5. Al-Amru bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an Munkar
Dan ajaran dasar yang kelima adalah menyuruh kebajikan dan melarang kemunkaran (Al-Amru bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy an Munkar). Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik.
Abd Al-Jabbar mejenyatakan, ada beberapa syara yang harus dienuhi seorang mikmin dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar, yaitu:
- Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf yang dilarang itu memang munkar.
- Ia menngetahui bahwa kemunkaran telah nyata dilakukan orang.
- Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma’ruf atau nahi munkar tidak akan membawa madarat yang lebih besar.
- Ia mengatahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penulisan makalah ini penulis menarik beberapa kesimpulan yaitu;
Secara harfiah, kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan.
Golongan pertama (selanjutnya disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik. Khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangn antara Ali bin Thalib dan lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair .
Golongan kedua (selanjutnya disebut Mu’azilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang dikalangan khawarij dan Murjiah akibat adanya peristiwa Tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar. Beberapa versi tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada kedua golongan ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil bin Ata serta temannya, Amr bin Ubaid, dan Hasan Al-Basri di Bashrah. Ketika Wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al-basri dimasjid Bashrah, datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al Basri tentang orang yang berdosaa besar. ketika Hasan Al Basri sedang berfikir, Wasil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan,” saya berpendapat bahwa oran yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak juga kafir”. Kemudian Wasil pergi menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan prig ketempat lain dilingkungan mesjid. Disana Wasil mengulangi lagi pendapatnya dihadapan para pengikutnya.Dengan adanya peristiwa ini, Hasan Al-Basri mengatakan: Wasil menjauhkan diri dari kita(I’tazala anna). Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri pada peristiwa inilah yang disebut kaum Mu’tazilah.
Adapun para khalifah islam yang sekurang-kurangnya menganut paham Mu’tazilah disekitar abad ke II dan ke III H di Bashrah dan di Baghdad adalah :
5. Yazid bin Walid, khalifah bani Umayyah (berkuasa pada tahun 125-126 H).
6. Ma’mun bin Harun ar Rasyid, khalifah bani Abbas ( berkuasa pada tahun 198-218 H).
7. Al Mu’tashim bin Harun ar Rasyid (berkuasa dari tahun 218-227 H).
8. Al Watshiq bin al Mu’tashim (berkuasa dari tahun 227 -232 H).
Hal-hal yang menonjol untuk diperdebatkan oleh aliran Mu’tazilah adalah:
1. Sifat-sifat Tuhan, ada atau tidak.
2. Buruk dan baik siapa yang menetapkan, akal atau syara’.
3. Pembuat dosa besar kekal dalam neraka atau tidak.
4. Quran itu makhluk atu tidak.
5. Perbuatan manusia dijadikan manusia atau Tuhan.
6. Allah bisa dilihat atau tidak di akhirat.
7. Surga dan neraka kekal atau tidak.
8. Tuhan itu wajib membuat yang baik dan yang lebih baik.
9. Mi’raj dengan tubuh atau tidak, dan lain-lain.
Aliran-aliran yang terbesar dari kaum Mu’tazilah adalah :
1. Aliran Washiliyah, yaitu aliran Washil bin ‘Atha.
2. Aliran Huzailiyah, yaitu aliran Huzzel al’ Allaf.
3. Aliran Nazamiyah, yaitu aliran Sayyar bin Nazham.
4. Aliran Haithiyah, yaitu aliran Ahmad bin Haith.
5. Aliran Basyariyah, yaitu aliran Basyar bin Mu’atmar.
6. Aliran Mizdariyah, yaitu aliran Abu Musa al Mizdar.
7. Aliran Tsamariyah, yaitu aliran Thamamah bin ar-rasy.
8. Aliran Hisyamiyah, yaitu aliran Hisyam bin Umar al fathi
9. Aliran Jahizhiyah, yaitu aliran Utsman al Jahizh.
10. Aliran Khayathiyah, yaitu aliran Abu Hasan Al-Khayath.
11. Aliran Jubaiyah, yaitu aliran Abu Ali al Jubai.
12. Aliran Ma’mariyah, yaitu aliran Ma’mar bin Ubeid as Salami.
I’itiqad kaum Mu’tazilah yang bertentangan dengan kaum Ahlussunnah wal jama’ah, yaitu:
1. Buruk dan baik ditentukan oleh Akal.
2. Tuhan (Allah) tidak mempunyai sifat.
3. Al-Quran sebagai makhluk.
4. Pelaku dosa besar.
5. Tuhan tidak dapat dilihat.
Lima ajaran dasar Mu’tazilah yang tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah Tauhid (pengesaan Tuhan), al-adl (keadilan Tuhan), al-waad wa al-wa’id (janji dan ancaman Tuhan), al-manzila bain al-manzilatain (posisi diantara dua posisi), dan al-amr bi al-ma’ruf wa an nahi wa al-munkar (menyeru kapada kebaikan dan mencegah kemungkaran).
B. Saran-saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan kepda pembaca yaitu:
1. Agar lebih memperbanyak referensi yang dimiliki.
2. Pahami apa yang telah pembaca baca.
3. Dan lebih sering berdiskusi dengan teman-teman.


Created:
Asmaul Husna
Wardatul Ula
Misrule Hayati

Makalah Tafsir

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Balakang
Satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa itu manusia adalah merujuk kepada wahyu Illahi, agar kita dapat menemukan jawabannya. Oleh karena itu, tidak cukup hanya dengan merujuk satu dua ayat saja, tetapi seharusnya merujuk kepada semua ayat Al-Quran (paling tidak ayat-ayat pokok) yang berbicara tentang masalah yang dibahas, dengan mempelajari konteksnya masing-masing dan mencari penguat-penguatnya baik dari penjelasan rasul maupun hakikat-hakikat ilmiah yang telah mapan.
Dalam Al-Quran, ada tiga istilah untuk merujuk kepada manusia: 1. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun, dan sin semacam insan, ins, nas, atau unas., 2. Menggunakan kata Basyar, 3. Menggunakan kata Bani Adam dan Zuriyat Adam. Al-Quran juga produksi dan reproduksi manusia, sifat-sifat dan potensi manusia, fitrahnya manusia, nafsu manusia, qalb manusia, ruh dan aql manusia.

B. Rumusan Masalah
Adapun makalah ini berupaya membahas beberapa pokok bahasan, yaitu;
1. Bagaimana tafsir surat Al-Hajj ayat : 5?
2. Apa sajakah pelajaran dalam kandungan surat Al-Hajj : 5?
3. Bagaimana tafsir surat Al-Mukminun ayat :12-14?
4. Apa sajakah pelajaran dalam kandungan surat Al-Mukminun ayat : 12-14?
5. Bagaimana tafsir surat At-Tiin ayat : 1-5?
6. Apa sajakah pelajaran dalam kandungan surat At-Tiin ayat : 1-5?


C. Tujuan Bahasan
Adapun tujuan penulis dalam menuliskan makalah ini yaitu:
1. Agar para pembaca mengerti tafsir dan isi kandungan dalam surat Al-Hajj ayat : 5.
2. Agar pembaca mengerti tafsir dan isi kandungan dalam surat At-Tiin ayat : 1-5.
3. Agar pembaca mengerti tafsir dan isi kandungan dalam surat Al-Mukminun ayat : 12-14. .























BAB II
AYAT-AYAT TENTANG MANUSIA

Hakikat keberadaan manusia diatas sendi kekeluargaan dan hubungannya dengan tali rahim. Dihimpunnya semua unsur ini didalam hati nurani manusia dan dijadikannya titik pusat untuk mengatur masyarakat islam di atas fondasinya. Juga dipelihara golongan lemah melalui rasa soladaritas antar keluarga, yang bertuhankan Sang Maha Pencipta Yang Maha Esa; dan dipeliharanya masyarakat ini dari kekejian, kezaliman, dan fitnah; serta diaturnya keluarga muslim, masyarakat muslim, dan seluruh manusia muslim diatas prinsip kesatuan rububiyyah dan kesatuan kemanusian.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(An-Nisa:1)
Hakikat besar yang terkandung dalam suarat An-Nisa;1 ini melukiskan kaidah pokok dalam tasawuf islami, yang menjadi berpijaknya kehidupan bersama . Surat lainnya yang membahas tentang manusia yaitu: Al-Hajj, Al-Mukminun, Faathir dan masih banyak lainnya.

A. Surat Al-Hajj Ayat : 5
Surat Al-hajj merupakan surah madaniyyah (surat yang diturunkan di Madinah), terdiri dari 78 ayat. Akan tetapi, ayat ke 52-55 diturunkan antara Mekkah dan Madinah, setelah surat An-Nuur. Dalam surat ini, ayat yang menjelaskan tentang manusia yaitu ayat ke-5 yang bunyinya:

Artinya :
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Al-Hajj: 5)
Tafsir dari ayat ini yaitu apabila manusia bimbang akan hari kembali dan bangkitnya ruh bersama jasad, padahal sesungguhnya asal penciptaan manusia ialah dari tanah (tanah itulah yang menjadi bahan penciptaan Adam a.s), kemudian Dia menjadikan keturunan Adam dari saripati air yang sangat hina, setelah nutfah berada dalam rahim seorang wanita, tinggallah nutfah itu dalam kondisi demikian selama empat puluh hari berikut segala perkembangannya. Kemudian, nutfah berubah menjadi segumpal darah merah dengan izin Allah. Kondisi itu berlangsung selama empat puluh hari. Kemudian darah ini berubah dan menjadi segumpal daging yang tidak berbentuk dan berpola. Kemudian Allah mulai membentuk dan merancangnya, lalu dibuatlah bentuk kepala, dua tangan, dada, perut, dua paha, dua kaki dan anggota tubuh lainnya. Kadang-kadang wanita mengalami keguguran sebelum gumpalan daging itu berbentuk dan berpola. Dan kadang-kadang mengalami keguguran setelah gumpalan daging itu berbentuk dan berpola. Kadang-kadang janin itu menetap didalam rahim dan tidak gugur. Janin yang gugur itu ada yang berbentuk makhluk ada pula yang tidak berbentuk. Apabila segumpal daging itu sudah melampaui empat puluh hari, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya dan meniupkan ruh kedalamnya dan menyempurnakannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah, baik berbentuk tampan maupun jelek, laki-laki maupun perempuan dan Allah juga menetapkan rizki, ajal, bahagia atau celakanya.
Ditegaskan didalam Sahihain, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Rasulullah saw.—dia adalah orang yang sangat jujur—bersabda,
إن خلق أ حد كم يجمع في بطن أ مه أ ربعين ليلة ثم يكون علقة مثل دلك ثم يكون مضغة مثل دلك ، ثم يبعث ا لله الملك فيؤ مر بأ ر بع كلما ت ، فيكتب رز قه و عمله و أ جله و شقي أو سعيد ثم ينفخ فيه الروح . {متفق عليه}

“Sesungguhnya penciptaan kalian terhimpun didalam perut ibu selama empat puluh malam. Kemudian menjadi ‘alaqah selama empat puluh malam juga. Kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Kemudian Allah mengutus kepadanya seorang malaikat yang membawa emapat perkara. Maka ditetapkanlah rezeki, amal, ajal, dan bahagia atau sengsaranya. Kemudian ditiupkanlah ruh kedalamnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Firman Allah taala selanjutnya, ”kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi” yang lemah tubuh, akal dan seluruh kejadiannya. Kemudian Allah memberikannya kekuatan sedikit demi sedikit. Dia dikasihi dan disayangi oleh ibu bapaknya siang dan malam. Hingga ia mencapai sempurna (kedewasaan) bak fisik maupun penalarannya. Ada yang diwafatkan pada saat berusia muda dan kuat, dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun (tidak tahu apa-apa lagi).
Firman Allah Taala, “dan kamu lihat bumi ini kering”. Penggalan ini merupakan dalil lain yang menunjukkan atas kekuasaan Allah taala dalam menghidupkan kembali yang mati sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang kering kerontang. Apabila Allah menurunkan hujan diatas bumi maka menggeliatlah tumbuh-tumbuhan, tanah menjad gembur, kemudian tumbuhlah aneka pepohonan dan tanaman buah serta berbagai jenis palawijaya, karena itu Dia berfirman, “yang demikian itu karena sesungguhnya Allah Dialah yang hak”, yakni yang maha menciptakan, yang mengatur dan yang melaksanakan apa yang Dia kehendaki .

B. Surat Al-Mukminun Ayat : 12-14
Surat Al-Mukminun merupakan surah makiyyah (surat yang diturunkan di Mekkah), terdiri dari 118 ayat. Diturunkan setelah surat Al-Anbiya. Dalam surat ini, ayat yang menjelaskan tentang manusia yaitu ayat ke-12-14 yang bunyinya:

Artinya:
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.(12) Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).(13) Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.(14)” (Al-Mukminun: 12-14)

Tafsir dari ayat ini ayat 12 yaitu Allah taala memberitahukan awal penciptaan manusia itu dari saripati tanah. Manusia itu adalah Adam a.s. Allah menciptakannya dari tanah liat yang berasal dari lumpur hitam. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa, dari Nabi saw., beliau bersabda;
إن الله خلق آدم من قبضية قبضها من جمع الأ رض، فجا ء بنو آدم علي قدر الآر ض جا ء منهم الآحمرو الآبيض و الآسود و بين دلك ، و الخبيث والطيب و بين دلك . {رواه أحمد}
“Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil-Nya dari seluruh bumi. Maka manusia pun tampil sesuai dengan kondisi tanah yang menjadi asal mereka. Maka diantara mereka ada yang berkulit merah, putih, hitam dan pencampuran antara warna itu, yang buruk, baik, dan pencampuran antara itu.” (HR Ahmad)
Hadist inipun diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi melalui berbagai jalur dari Auf Al-Arabi. Tirmidzi mengatakan bahwa hadist ini hasan dan sahih.
“Kemudian Kami menjadikannya nutfah. “Dhamir”hu” merujuk kepada jenis manusia seperti yang terjadi pada firman Allah taala,” dan Dia memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati, dari air yang hina” (as-Sajadah: 7-8), yakni lemah.
Dan diayat 13 yakni Kami menjadikan nutfah itu, yaitu air yang memancar yang keluar dari tulang punggung laki-laki dan tulang rusuk perempuan yang terletak antara dada dan pusar. Ayat 14, Kemudian air mani itu menjadi segumpal darah merah yang berbentuk ‘alaqah yang lonjong. Dan segumpal darah itu dijadikan segumpal daging yaitu sebentuk daging yang kira-kira sebesar satu suapan, daging ini tidak berbentuk dan berpola. Dan kemudian dibentuk menjadi pola (bentuk) yang memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang, saraf dan urat-uratnya. Dan kemudian menjadikan daging itu sebagai pembungkus, penguat dan pengokoh tulang dan kemudian ditiupkan kepadanya ruh sehingga ia bergerak dan menjadi makhluk lain yang memiliki pendengaran, penglihatan, penciuman, gerakan dan dinamika. Firman Allah selanjunya, “Maha suci Allah, pencpta yang paling baik”, yakni, tatkala Allah menuturkan kekuasaan dan kelembutan-Nya dalam menciptakan setetes mani ini dari satu kondisi kekondisi lain dan dari satu bentuk kebentuk lain sehingga terciptalah sosok manusia yang lengkap dan sempurna posturnya.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa pandangan Umar sejalan dengan kehendak Allah dalam empat hal, antara lain mengenai turunnya ayat, Wa laqad khlaqnal insaana min sulaalatim min thiin (Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati[berasal] dari tanah) (Q.S. 23 al-Mukminun: 12) sampai, ….khalqan aakhar…. (…makhluk yang [berbentuk] lain….) (Q.S. 23 al-Mukminun: 14). Pada waktu mendengar ayat tersebut, umar berkata, ”Fa tabaarakallaahuu ahsanul khaaliqiin (maka Maha Suci Allah, pencipta yang paling baik)”. Maka turunlah akhir ayat tersebut (Q.S. 23 al-Mukminun: 14) yang sejalan dengan ucapan Umar itu .





C. Surat Faathir Ayat : 11
Surat Al-Mukminun merupakan surah makiyyah (surat yang diturunkan di Mekkah), terdiri dari 45 ayat. Diturunkan setelah surat Al-Furqan. Dalam surat ini, ayat yang menjelaskan tentang manusia yaitu ayat ke-11 yang bunyinya:


Artinya:
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasang-pasangan. Dan tidak seorang perempuanpun yang mengandung dan tidak pula melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali pula tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya melainkan terdapat dalam kitab. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Faathir: 11)
Tafsir surat ini yakni asal mula penciptaan bapakmu Adam adalah dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari air yang hina. “Kemudian Dia menjadikan kamu berpasang-pasangan,” laki-laki dan perempuan. Karena kasih sayang dan rahmat-Nya, maka Dia menjadikan untukmu pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram dengannya. Maksud firman Allah, “Dan tidak seorang perempuan pun yang mengandung dan tidak pula melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya” adalah Dia mengetahui smua itu, tidak ada satu perkarapun yang samar bagi-Nya. Bahkan tidak ada daun yang jatuh melainkan Dia mengetahuinya. Dan tidak ada biji dalam kegelapan bumi, tiada yang kering dan tiada yang basah melainkan terdapat dalam kitab yang nyata. Dan tidaklah umur panjang yang diberikan kepada sebagian air mani melainkan Dia mengetahuinya dan termaktub didalam Kitab Pertama.
Sehubungan dengan firman Allah taala, “Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya melainkan terdapat dalam kitab. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah,” diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia berkata, “tidak ada seorangpun yang Aku tetapkan baginya umur panjang dan kehidupan melainkan dia akan mencapai usia yang telah Aku tetapkan baginya. Dan Aku telah menetapkan hal itu baginya. Usianya hanya smapai pada usia yang telah Aku tetapkan, tidak akan ditambah. Dan tidak seorangpun yang Aku kurangi umurnya melainkan dia mencapai usianya itu. Semuanya itu termaktub dalam kitab disisi-Nya. Penafsiran serupa dikemukakan pula oleh adh-Dhahak.
Ketika menafsirkan ayat diatas, an-Nasa’I meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., dia mendengar Rasulullah saw. Bersabda,
من سره أن يبسط له في ر ز قه و ينسا له فليصل أ ثره فليصل ر حمه .(رواه البخا ري و ا بو داود)
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya atau usianya dpanjangkan, maka hendaklah dia bersilaturrahmi.” (HR Bkhari, Muslim dan Abu Dawud)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abud-Darda r.a., dia berkata bahwa kami berzikir dekat Rasulullah saw,. Lalu beliau bersabda:
إن الله تعا لى لا يؤ خر نفسا إ د ا جا ء أ جلها ، و إ نما ز يا دة العمر با لد ر ية الصا لحة يرز قها العبد فيد عون له من بعده فيلحقه دعا ؤ هم في قبره فد لك زيا دة العمر .
“Allah taala tidak akan menangguhkan ajal seseorang bila sudah tiba. Bertambahnya usia itu adalah melalui keturunan yang saleh yang diperoleh seorang hamba. Keturunan itu mendoakannya kedalam kuburnya. Itulah makna bertambah usia.”
Firman Allah taala, “Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah,” yakni gampang dan ringan bagi-Nya. Dia mengetahui apa yang terjadi pada makhluk-Nya itu dan rinciannya, karena pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada satu perkara pun yang tersamar bagi-Nya .








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis petik dari makalah yang telah ditulis sebagaimana berikut:
1. Surat Al-Hajj ayat 5
Ayatnya:


Artinya:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”. (Al-Hajj: 5)
Tafsir dari surat ini yaitu apabila manusia bimbang akan hari kembali dan bangkitnya ruh bersama jasad, padahal sesungguhnya asal penciptaan manusia ialah dari tanah (tanah itulah yang menjadi bahan penciptaan Adam a.s), kemudian Dia menjadikan keturunan Adam dari saripati air yang sangat hina, setelah nutfah berada dalam rahim seorang wanita, tinggallah nutfah itu dalam kondisi demikian selama empat puluh hari berikut segala perkembangannya. Kemudian, nutfah berubah menjadi segumpal darah merah dengan izin Allah. Kondisi itu berlangsung selama empat puluh hari. Kemudian darah ini berubah dan menjadi segumpal daging yang tdak berbentuk dan berpola. Kemudian Allah mulai membentuk dan merancangnya, lalu dibuatlah bentuk kepala, dua tangan, dada, perut, dua paha, dua kaki dan anggota tubuh lainnya. Kadang-kadang wanita mengalami keguguran sebelum gumpalan daging itu berbentuk dan berpola. Dan kadang-kadang mengalami keguguran setelah gumpalan daging itu berbentuk dan berpola. Kadang-kadang janin itu menetap didalam rahim dan tidak gugur. Janin yang gugur itu ada yang berbentuk makhluk ada pula yang tidak berbentuk. Apabila segumpal daging itu sudah melampaui empat puluh hari, maka Allah mengutus seorang malaikat kepadanya dan meniupkan ruh kedalamnya dan menyempurnakannya sesuai dengan yang dikendaki Allah, baik berbentuk tampan maupun jelek, laki-laki maupun perempuan dan Allah juga menetapkan rizki, ajal, bahagia atau celakanya. Firman Allah taala selanjutnya, ”kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi” yang lemah tubuh, akal dan seluruh kejadiannya. Kemudian Allah memberikannya kekuatan sedikit demi sedikit. Dia dikasihi dan disayangi oleh ibu bapaknya siang dan malam. Hingga ia mencapai sempurna (kedewasaan) bak fisik maupun penalarannya. Ada yang diwafatkan pada saat berusia muda dan kuat, dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun (tidak tahu apa-apa lagi).
Firman Allah Taala, “dan kamu lihat bumi ini kering”. Penggalan ini merupakan dalil lain yang menunjukkan atas kekuasaan Allah taala dalam menghidupkan kembali yang mati sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang kering kerontang. Apabila Allah menurunkan hujan diatas bumi maka menggeliatlah tumbuh-tumbuhan, tanah menjadi gembur, kemudian tumbuhlah aneka pepohonan dan tanaman buah serta berbagai jenis palawijaya, karena itu Dia berfirman, “yang demikian itu karena sesungguhnya Allah Dialah yang hak”, yakni yang maha menciptakan, yang mengatur dan yang melaksanakan apa yang Dia kehendaki.
2. Surat Al-Mukminun ayat 12-14
Ayatnya:

Artinya:
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.(12) Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).(13) Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.(14)”. (Al-Mukminun: 12-14)
Tafsir dari surat ini ayat 12 yaitu Allah taala memberitahukan awal penciptaan manusia itu dari saripati tanah. Manusia itu adalah Adam a.s. Allah menciptakannya dari tanah liat yang berasal dari lumpur hitam. Dan diayat 13 yakni Kami menjadikan nutfah itu, yaitu air yang memancar yang keluar dari tulang punggung laki-laki dan tulang rusuk perempuan yang terletak antara dada dan pusar. Ayat 14, Kemudian air mani itu menjadi segumpal darah merah yang berbentuk ‘alaqah yang lonjong. Dan segumpal darah itu dijadikan segumpal daging yaitu sebentuk daging yang kira-kira sebesar satu suapan, daging ini tidak berbentuk dan berpola. Dan kemudian dibentuk menjadi pola (bentuk) yang memiliki kepala, dua tangan, dua kaki dengan tulang, saraf dan urat-uratnya.dan kemudian menjadikan daging itu sebagai pembungkus, penguat dan pengokoh tulang dan kemudian ditiupkan kepadanya ruh sehingga ia bergerak dan menjadi makhluk lain yang memiliki pendengaran, penglihatan, penciuman, gerakan dan dinamika. Firman Allah selanjunya, “Maha suci Allah, pencpta yang paling baik”, yakni, tatkala Allah menuturkan kekuasaan dan kelembutan-Nya dalam menciptakan setetes mani ini dari satu kondisi kekondisi lain dan dari satu bentuk kebentuk lain sehingga terciptalah sosok manusia yang lengkap dan sempurna posturnya.
3. Surat Faathir Ayat 11
Ayatnya:

Artinya:
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasang-pasangan. Dan tidak seorang perempuanpun yang mengandung dan tidak pula melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali pula tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya melainkan terdapat dalam kitab. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah”. (Faathir: 11)
Tafsir surat ini yakni asal mula penciptaan bapakmu Adam adalah dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari air yang hina. “Kemudian Dia menjadikan kau berpasang-pasangan,” laki-laki dan perempuan. Karena kasih sayang dan rahmat-Nya, maka Dia menjadikan untukmu pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram dengannya. Maksud firman Allah, “Dan tidak seorang perempuanpun yang mengandung dan tidak pula melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya” adalah Dia mengetahui smua itu, tidak ada satu perkarapun yang samar bagi-Nya. Bahkan tidak ada daun yang jatuh melainkan Dia mengetahuinya. Dan tidak ada biji dalam kegelapan bumi, tiada yang kering dan tiada yang basah melainkan terdapat dalam kitab yang nyata. Dan tidaklah umur panjang yang diberikan kepada sebagian air mani melainkan Dia mengetahuinya dan termaktub didalam Kitab Pertama.

B. Saran-Saran
Adapun sarn yang dapat penuis uraikan yaitu:
1. Agar lebih memperbanyak referensi yang dimiliki.
2. Pahami apa yang telah pembaca baca.
3. Dan lebih sering berdiskusi dengan teman-teman.

Senin, 17 Oktober 2011

LOVE IS NOT BLIND

Cinta itu tidak buta, tapi memahami
Cinta memahami orang yang kita sayang
Cinta tidak pernah memaksa orang yang kita sayang
Cinta tidak pernah membelenggu orang yang kita sayang
Cinta harus saling mengerti antara satu dengan yang lainnya
Sungguh ......
Cinta itu indah jika kita bisa memainkannya dengan benar
Cinta bukan penyiksa manusia, tapi manusia yang menyiksa cinta
Dan ....
Cinta itu bahagia, bukan tangisan
Saling menyayangi, bukan menyakiti
Saling memberi dan menerima, bukan hanya memberi atau hanya menerima
Saling percaya, bukan curiga
Cinta....
Ia mengobati, bukan melukai
Ia juga baik, tidak jahat
Dan bukan hanya perkataan semata, tapi juga diiringi dengan perbuatan
Karena....
LOVE IS NOT BLIND............
AS-SYU’ARA AGSAF
JUMAT, 29 APRIL 2011
01:51